Setiap kita adalah pembelajar. Ya, pembelajar dari pengalaman-pengalaman yang telah berlalu. Seiring berjalannya waktu, kita belajar menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Pengalaman yang terlewat menjadi bagian dalam hidup di mana setiap kita mendambakan diri yang berkembang dan lebih bermakna. Oleh karena tidak cukup rasanya pengalaman hanya menyisakan jejak yang bernama kenangan. Ada poin-poin dimana hati nurani kita bersuara mengenai apa yang kita inginkan dan apa yang membuat kita bahagia. Suara hati itu hadir membuat kita berfikir dan mempengaruhi tindakan kita untuk bercermin mengevaluasi diri lebih jernih. Karena suara hati itu selalu mengungkapkan kejujuran yang murni lahir dari hati.
Jalani saja, lakukan saja, cobalah dulu, karena kedewasaan itu dibentuk dari proses pengalaman yang kadang rumit dan membuat kita ragu dan bimbang. Kedewasaan itu ditempa seiring banyaknya intisari dari pengalaman yang kita serap. Kita belajar untuk memilih, memutuskan, menerima risiko dari keputusan yang dipilih. Memilih adalah pilihan. Tidak memilih juga adalah pilihan. Masing-masing ada risikonya. Saat menjalani peran yang dipilih sejatinya kita sedang berlatih untuk lebih bertanggung jawab atas peran yang kita ambil.
Dalam berlatih terkadang kita mengalami kegagalan, kadang juga menuai pujian, bahkan ada yang memberi kritik atas hasil yang sudah kita kerjakan. Yang terpenting adalah selama apa yang kita lakukan adalah kebaikan dan tidak mengkhianati suara hati nurani, di situ kita telah menjadi diri kita sendiri. Orang lain mau berkomentar apa pun itu, memberi kritik pedas, itu hak mereka. Kita tidak punya kuasa mengendalikan fikiran dan ucapan mereka. Kita lakukan apa yang sudah menjadi bagian kita saja sambil diiringi dengan terus melakukan evaluasi sudah sejauh mana pencapaian yang sudah diraih. Kesabaran menjadi pengendali jiwa untuk tidak meluapkan amarah, berkata yang kasar yang berujung pada rusaknya tali silaturahmi yang sudah dirajut rapi sekian lama. Kedewasaan itu akan bertumbuh seiring berjalannya waktu selama kita mau belajar dari kesalahan dan kekeliruan di masa lalu.
Dalam kisah tokoh penemu lampu di mana kita sudah sama-sama tahu bahwa Thomas Alfa Edison melakukan percobaan puluhan bahkan ratusan kali dalam menciptakan lampu. Namun satu metode percobaan dengan metode percobaan yang lain berbeda-beda. Ia pandai menganalisa dari satu metode percobaan yang sudah keliru tidak digunakan lagi metode percobaan yang sama pada metode percobaan yang lain. Di akhir keberhasilannya menciptakan lampu ia berkata, “aku tidak mengatakan proses percobaan pertama hingga terakhir adalah kegagalan. Tapi melalui percobaan sekian banyak jumlahnya itu aku belajar dari kekeliruan dan aku mencoba dengan metode-metode yang berbeda hingga akhirnya aku berhasil.”
Lesson learn dari kisah inspiratif tersebut adalah teruslah berusaha dan jangan menyerah sampai kita menemukan titik keberhasilan. Jangan pernah berharap mendapatkan sesuatu yang lebih baik selama kita tidak belajar dari kesalahan dan kekeliruan di masa lalu. Kalau mau berhasil, teruslah mencoba, teruslah berupaya. Saat mengalami kegagalan, maka bangkit lagi dan berupaya lagi dengan cara dan strategi yang berbeda. Dengan kata lain, jangan jatuh pada lubang kesalahan yang sama untuk kedua kali dengan cara yang sama.
Pembelajar sejati selalu melihat bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Ia yakin kesulitan-kesulitan yang dilaluinya dalam rangka mendekatkan diri dengan keberhasilan yang akan dipetik di hari esok. Keberhasilan yang akan membawanya pada kemudahan kehidupannya di masa mendatang. Ia yakin bahwa keberhasilan harus diperoleh dengan kerja keras, ketekunan, kesabaran, dan berdoa. Ia percaya apa yang tanam hari ini akan berbuah di masa depan. Maka ia hari ini ia ingin menanam benih-benih kebaikan sebanyak-banyaknya dan dengan benih-benih yang berkualitas, agar ia memperoleh hasil yang maksimal di hari esok. Oleh karena itu pancaran optimis itu akan terus menyala dalam jiwanya. Ia tak ragu mengambil langkah, memperjuangkan asa, menjemput mimpi dengan keyakinan yang terpatri dalam hati. Kesedihan dan kegagalan di alami adalah warna kehidupan yang harus dilalui dengan segara dan tidak perlu diratapi dalam waktu yang lama. Ia bersedih sewajarnya. Kemudian bergegas membuat strategi baru yang lebih matang untuk melanjutkan langkah berikutnya.
Masa muda ini hanya sekali dan begitu singkat. Maka gunakan untuk hal-hal yang bermakna. Maka isi waktu untuk menemukan pengalaman-pengalaman yang unik. Berkenalan dengan banyak teman untuk mengasah rasa empati dan simpati. Belajar berorganisasi dalam lingkungan komunitas yang sama untuk membangun jaringan dan menumbuhkan integritas. Meluangkan waktu untuk membaca buku, memahaminya, dan berdiskusi dengan guru atau teman sebaya tentang isi buku agar kita memiliki persepsi yang matang. Hal itu menambah wawasan pemikiran kita. Melakukan perjalanan ke suatu tempat-tempat yang baru, merasakan keramahan penduduknya, merasakan udara yang sejuk dengan pemandangan yang terhampar pohon-pohon yang berbaris, menyaksikan para wisatawan melepas penat dan meluapkan lelah dengan berlibur ke tempat-tempat yang sejuk dan tenang. Kita akan belajar tentang arti keberagaman manusia dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Jalani dan nikmati hidup ini dengan aktivitas yang penuh warna dan penuh makna.
Teruslah memotivasi diri untuk terus berkembang dari sisi keilmuan, memperluas jaringan pertemanan (networking), dan menghaluskan budi pekerti. Jangan cepat puas, sehingga timbul rasa tidak mau belajar lagi, tidak mau membaca lagi, dan merasa lelah untuk berbuat baik.
Banyak sekali ilmu kehidupan yang dapat kita pelajari dari kehidupan di sekeliling kita. Ilmu kehidupan tidak terbatas di dapat di bangku kuliah maupun sekolah formal. Selama kita mau belajar, kehidupan ini menyimpan hikmah-hikmah pembelajaran yang dapat dipetik sebagai bekal perjalanan kita dalam menempuh hidup ini. Ilmu kehidupan itu membentuk seseorang bersikap dan menilai sesuatu dengan sudut pandang yang utuh. Cara ia menjalin komunikasi dengan sesamanya, cara ia bersikap ramah dengan orang-orang sekelilingnya, cara ia berempati dengan lingkungan sosialnya yang berdampak pada reaksi dan tindakan nyata (social impact), menjadikan ia memiliki kepribadian yang berkarakter. Integritas dan tanggung jawab mereka tertanam dan bertumbuh seiring ia mau mengamati dan berpartisipasi pada lingkungan sosialnya.
Pada saat kita lahir ke dunia, kita menangis dan orang-orang di sekeliling kita bahagia dan tersenyum menyambut kehadiran kita ke alam dunia. Nanti pada saat kita meninggal dunia kita berharap, kita tersenyum dan orang-orang di sekitar kita menangis karena merasa kehilangan akan kebermanfaatan yang telah kita berikan untuk lingkungan.
Jakarta, 19 Agustus 2017